LONCENG RAKYAT – Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Jambi, Helena Octavianne memberikan mata kuliah umum kepada mahasiswa Pascasarjana Universitas Airlangga, di Ruang Majapahit, Lantai 5, Gedung Aseec Tower, Surabaya, Sabtu (4/11/2023).
Dalam kesempatan kuliah umum tersebut Helena menyikapi tentang fenomena no viral no justice, yang belakangan ini ramai diperbincangkan.
Helena mengatakan, fenomena no viral no justice merupakan bentuk simpati atau kepedulian yang muncul karena ketidakadilan yang ada di depan layar, kemudian berpotensi membentuk pergerakan kolektif yang besar.
BACA JUGA : Tanggapi Nota Protes Forum Advokat Pandeglang, Kajari Sampaikan Hal
“Sehingga hal ini membukakan jalan bagi masyarakat untuk turut andil menegakkan keadilan dengan cara yang cukup praktis, tanpa mengetahui secara pasti apakah informasi tersebut benar atau salah,” kata Helena.
Menurutnya, fenomena no viral no justice muncul karena adanya penggiringan opini yang berawal dari sebuah postingan, masyarakat menilai bahwa sebuah kasus yang diviralkan cenderung akan lebih cepat selesai, dibandingkan dengan kasus yang dimulai dengan laporan biasa.
“Fenomena no viral no justice, bukan sebuah hal yang negatif karena didasarkan atas kepedulian, dan fenomena ini juga bisa menjadi dorongan bagi instansi atau lembaga yang bersangkutan,” ungkapnya.
BACA JUGA : Persepsi Salah Sebabkan Perempuan dan Anak Kerap Jadi Korban Kekerasan
“Dampak negatif dari fenomena no viral no justice dalam upaya mencapai keadilan salah satunya yaitu, berakibat terjadinya diskriminasi dalam penegakan hukum,” sambungnya.
Lebih lanjut Helena menyampaikan, bahwa pihaknya sebagai insan Adhyaksa berkeinginan mengajak masyarakat untuk merubah fenomena no viral no justice menjadi no viral no education.
“Memanfaatkan ruang digital bukan hanya untuk menegakkan keadilan, tetapi juga mencerdaskan pengguna media sosial. Maka fenomena no viral no justice harus kita rubah menjadi no viral no education,” tandasnya. LR-02***